Aparatur Sipil Negara Kemendagri Belajar Bareng Psp Ugm Tentang Filosofi, Ilmu, Dan Kebijakan Pancasila

Di era sekarang ini, banyak orang mempertanyakan secara kritis apa pentingnya filosofi Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia? Menurut Dr. Rizal Mustansyir, salah seorang narasumber dari Tim Ahli PSP UGM, ada sekurang-kurangnya lima argumen, yaitu: pertama, Pancasila menjadi inner dynamics dalam kehidupan, artinya Pancasila menjadi pencerah dalam dinamika batiniah bangsa dalam menghadapi problem kehidupan. Kedua, Pancasila merupakan local wisdom bangsa Indonesia, artinya Pancasila merupakan kearifan lokal yg memiliki bargaining power dengan kekuatan ideologi dunia lainnya. Ketiga, Pancasila merupakan leading principle, artinya Pancasila dapat dijadikan prinsip penuntun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang terpatri dlm tiga level; ruang batin, ruang publik, dan ruang legalitas-formal. Keempat, Pancasila merupakan collective memory, yang melekat pada setiap warga bangsa, sehingga perlu disegarkan terus-menerus. Kelima, Pancasila itu merupakan ideological intelligence,yaitu kecerdasan ideologis bangsa ini yang digali oleh Bung Karno dan para tokoh pendiri bangsa yang dijadikan sumber acuan untuk bersikap dan berperilaku dalam membangun masyarakat, bangsa dan negara.

Gagasan Rizal Mustansyir di atas terungkap pada acara “Pembekalan tentang Filosofi, Ilmu, dan Kebijakan Pancasila bagi Aparatur Sipil Negara Kementerian Dalam Negeri”. Acara ini merupakan bentuk kerjasama antara Kementerian Dalam Negeri khususnya Direktorat Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan Kebangsaan, Ditjend Politik dan Pemerintahan Umum dengan Univeritas Gadjah Mada khususnya Pusat Studi Pancasila UGM.  Acara yang diikuti oleh 23 peserta ini berlangsung selama sehari pada  Jumat 5 Oktober 2018, di Hotel Pesona Tugu Yogyakarta. Tampil sebagai narasumber antara lain Dr. Heri Santoso, Dr. Agus Heruanto Hadna, dan Dr. Prabawa E.S.

Selain harus memahami  filosofis dan ideologi Pancasila, ASN seharusnya juga memahami ilmu kepancasilaan, hal ini diungkapkan Dr. Heri Santoso, Kepala PSP UGM yang juga tampil sebagai nara sumber dalam acara ini. Ilmu kepancasilaan yang dimaksud adalan ilmu tentang Pancasila, artinya Pancasila dijadikan kajian ilmiah dari berbagai cabang dan aliran pemikiran keilmuan, dan yang tidak kalah penting adalah menggali ilmu-ilmu yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila. Heri memaparkan hasil penelitiannya yang menunjukkan carut-marutnya kebijakan dalam politik-kenegaraan pasca reformasi terutama dalam politik perundang-undangan adalah minimnya kontribusi ilmu dan teori yang berdasarkan Pancasila. Akibatnya banyak UU yang diperkarakan dan diputuskan tidak memiliki kekuatan hukum oleh MK. Hal ini terjadi disinyalir karena sejumlah birokrat, legislator, dan konsultan yang terlibat dalam perancangan, penyusunan, dan pengesahan UU kurang mendasarkan diri pada ilmu dan teori-teori yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila. Beberapa naskah akademik yang menjadi dasar untuk melahirkan UU banyak yang merujuk secara mentah-mentah teori asing yang belum diadaptasi dengan situasi, kondisi dan ideologi Indonesia. Akibatnya secara akdemis produk peraturan perundang-undangan yang disahkan berangkat dari kerangka pikir yang ahistoris dan kurang relevan.

Dalam konteks kebijakan publik, menurut Dr. Agus Heruanto Hadna, Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, sesungguhnya Pancasila memiliki peran yang sangat strategis. Pancasila dalam kebijakan publik di Indonesia secara teoritik dan praksis memenuhi syarat sah sebagai nilai publik. Sebagai nilai publik, seharusnya Pancasila menjadi acuan bagi para pengambil kebijakan publik baik pada tahapan pembuatan kebijakan publik. Pada saat perumusan agenda setting, nilai-nilai Pancasila dapat memberi inspirasi para pengambil kebijakan publik untuk memiliki kepekaan pada masalah religiusitas, kemanusiaan, kesejahteraan, dan keadilan. Pancasila juga harus dihadirkan ketika memformulasi kebijakan, agar lebih partisipatif dan demokratis. Pancasila juga harus diperhatikan saat mengimplementasikan kebijakan, agar lebih akuntabel, efektif, dan berkesinambungan. Pancasila juga relevan untuk mengevaluasi kebijakan, agar sesuai dengan tujuan kebijakan. Pada akhirnya, Pancasila juga harus diperhatikan saat akan mengadakan perubahan dan dan terminasi kebijakan, agar lebih responsif terhadap perkembangan dan tuntuan jaman.

Pada akhir sesi, Dr. Prabawa Eka Soesanta, S.Sos,. M.Si, Direktorat Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan Kebangsaan, Ditjend Politik dan Pemerintahan Umum, menyimpulkan bahwa dengan belajar Filosofi, Ilmu, dan Kebijakan Pancasila bersama para ahli dari UGM ini kiranya dapat memberi bekal dan meningkatkan kepercayaan diri para pejabat ASN di Kementerian Dalam Negeri untuk menjalankan tugasnya lebih baik, bukan sekedar sebagai administrator dan pelaksana kebijakan tetapi dapat  juga menjawab berbagai persoalan yang berkembang di masyarakat yang menjadi tugas pokok dan fungsinya.